Blog

Urgensi Amandemen Kelima UUD 1945

BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Orde Baru di bawah pimpinan Presiden kedua kita Soeharto, memiliki banyak kekurangan dalam penyelenggaraan pemerintahannya selama kurang lebih 32 tahun lamanya. Pemerintah pada masa itu menggunakan kekuasaannya untuk mempertahankan kekeuasaan presiden Soeharto. Legislatif diisi dengan kerabat dan sahabat, pers dibatasi kebebasannya, dan yang paling parah adalah siapa yang menentang pemerintah akan dipenjara atau diberi hukuman yang lain.Namun pada tahun 1998 mahasiswa sudah tidak mampu lagi menahan aspirasinya sehingga runtuhlah kekuasaan orde baru.Dengan tumbangnya orde baru bangsa kita masuk ke dalam tahap baru yang disebut dengan orde reformasi. Salah satu agenda awal orde reformasi yang merupakan tuntutan mahasiswa di dalam proses runtuhnya orde baru adalah perubahan atau amandemen UUD 1945 yang selama masa orde baru digunakan penguasa sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan. Adalah kenyataan bahwa UUD 1945 sebelum amandemen selalu menimbulkan ororitarisme kekuasaan. (Mahfud MD, 2007:1). Dengan permasalahan yang ditimbulkan tesebut dirasa perlu dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 tersebut.

Perubahan UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999 merupakan sebuah dorongan dari gerakan reformasi. Sejak tahun 1999, tak lama setelah Orde Baru berakhir kekuasaannya UUD 1945 telah 4 kali diamandemen. ( Miriam Budiardjo, 2010:183). Tuntutan perubahan UUD 1945 yang digulirkan oleh berbagai kalangan masyarakat dan kekuatan sosial politik didasarkan pada pandangan bahwa dalam UUD 1945 belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan penghormatan HAM. UUD 1945 sebelum perubahan merupakan sebuah UUD yang menimbulkan multitafsir dan membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik, tertutup yang menimbulkan kemerosotan kehidupan nasional di berbagai bidang kehidupan (MPR RI, 2003: 7.)

Praktek bernegara yang berjalan selama 32 tahun menjadi suatu praktek bernegara yang dipaksakan oleh pihak pemerintah (eksekutif) kepada seluruh pihak legislative dan yudikatif tanpa koreksi. Seharusnya praktek bernegara yang dipraktekkan atas kesepakatan bersama dan didasari atas pemikiran yang demokratis sehingga checks and balances dapat berjalan dengan baik.

Perkembangan sistem ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia setelah diadakan perubahan tahun 1999 telah berjalan hampir 13 tahun. Perubahan UUD bertujuan untuk menata kembali kehidupan bernegara yang selama 32 tahun dianggap tidak berjalan dengan baik walaupun selama 32 tahun tersebut dikenal jargon bahwa pemerintahan “menjalankan UUD 1945 secara murni dan konsekwen”.

Namun berbagai permasalahan masih mengahantui amandemen dan perubahan UUD 1945 ini. Mulai dari permasalahan pemahaman terhadap subsatansi yang masih belum jelas dan penyimpangan pelaksaan dari yang sudah digariskan di dalam UUD tersebut hingga timbul suatu rumor bahwa perlu dilakukan lagi suatu amandemen kelima untuk UUD kita ini.

Berdasarkan berbagai hal tersebut maka penulis menganggap perlu untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam suatu di dalam suatu karya tulis yang disusun dalam bentuk makalah sehingga dpat memberi suatu gambaran tentang prejalanan perubahana konstitusi di Negara kita Indonesia ini.

Rumusan Masalah

1.      Bagaimana analisis kelebihan dan juga kekurangan amandemen dari yang pertama hingga yang terakhir?

2.      Apakah yang harus diperbaiki jika dilaksanakan amandemen kelima guna menyelesaikan kelemahan-kelemahan yang masih terdapat pada hasil amandemen keempat?


BAB II

PENDAHULUAN

 

2.1  Proses Amandemen

Amandemen UUD 1945 telah dilaksanakan 4 kali mulai dari tahun 1999 hingga tahun 2002, dan akhirnya akhirnya menghasilkan 5 Naskah UUD 1945, yaitu : UUD 1945, Perubahan I UUD 1945, Perubahan II UUD 1945, Perubahan III UUD 1945 dan Perubahan IV UUD 1945. Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat dan dalam skala yang sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari naskahnya yang asli sebagai warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya berisi 71 butir kaedah dasar, sekarang dalam waktu empat kali perubahan, telah berisi 199 butir kaedah hukum dasar. Perubahan-perubahan substantif itu menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat luas jangkauannya, serta dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu secara bertahap selama empat kali dan empat tahun. ( Jimly Ashhdiqie, 2006:348).

Namun pada proses pembahasan perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR RI, maka Panitia Ad Hoc I seperti yang tercantum di dalam  Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Tahun 1945 yang diterbitkan MPR-RI  menyusun berbagai kesepakatan dasar berkaitan dengan perubahan UUD 1945. Kesepakatan dasar itu terdiri dari lima butir, yaitu:

·         Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945

·         Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

·         Mempertegas sistem pemerintah presidensiil

·         Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam Penjelasan UUD 1945 harus dimasukkan kedalam pasal-pasal yang ada dalam batang tubuh UUD 1945.

·         Perubahan dilakukan dengan cara ”adendum”.

Sebelum kita menganalisis bagaimanakah keunggulan dan kelemahan amandemen maka kita harus mengetahui bahwa amandemen UUD 1945 memiliki berbagai tujuan yang telah ditetapkan sebeleumnya. Berdasarakan Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Tahun 1945 yang diterbitkan MPR-RI tujuan amandemen yaitu

1.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 itu yang berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi.

3.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD 1945.

4.      Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem checks and balances yang lebih ketat dan transparan, pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.

5.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan.

6.      Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara dan perjuangan negara untuk mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum

7.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasi ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.

Suatu perubahan yang telah dilakukan pada suatu hal akan dapat menimbulkan berbagai kelebihan maupun kekurangan. Begitu juga dengan proses amandemen terhadap UUD 1945 yang telah negara kita laksanakan juga memiliki kelebihan dan juga kekurangan.

Kelebihan dari proses amandemen UUD 1945 adalah:

a.       Momentum desakralisasi UUD 1945

Dengan adanya UUD 1945 adalah langkah dan strategi yang tepat guna menunjukkan kepada masyarakat umum bahwa UUD 1945 tidaklah keramat dan dapat diubah jika sedah tidak relevan lagi ( Thaib, 2010:147).

b.      Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum

Melalui Pasal 1 ayat (3) bangsa kita dapat menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, sehingga penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law dapat diwujudkan secara murni dan konsekuen.

c.       Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara

Dengan diaturnya mekanisme dan aturan mengenai pengangkatan dan juga pemilihan pejabat negara maka transparansi dan juga akuntabilitas dari pemerintahan dan tata kelolanya dapat dipertanggungjawabkan.

d.      Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.

UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK) (Pan Mohamad Faiz ,2007).

e.       Pembangkit dinamika ketatanegaraan

Perubahan UUD 1945 telah banyak memberikan dinamika ketatanegaraan Republik ini. Masyarakat Indonesia setidak-tidaknya bisa bersuara dari berbagai lembaga negara dan sistem bernegara yang diperkenalkan oleh Perubahan tersebut.

f.       Pembatasan hak dan kekuasaan presiden

Dengan adanya amanden UUD 1945 kita dapat melihat bahwa kekuasaan pemerintahan presiden yang sebelumnya tidak terbatas dengan adanya amandemen dapat dibatasi hanya 2 kali masa jabatan dimana sebelumnya presiden dapat menjabat lebih dari 2 kali masa jabatan( Thaib, 2010:148).

g.      Hak prerogative presiden diperjelas dan diatur

Dalam beberapa hal hak prerogative presiden diatur dan harus dikonsultasikan dengan lebaga negara seperti mengangkat atau menerima duta serta memberikan amnesti, abolosi grasi dan rehabilitasi( Thaib, 2010:148)..

h.      Penegasan susunan negara kesatuan RI dari pusat hingga daerah

Susunan pemerintahan dari daerah hingga pusat dapat kita lihat setelah dilakukannya amandemen beserta dengan otonominya sesuai dengan kekhususan, keistimewaan, dan keragaman daerahnya( Thaib, 2010:148)..

i.        Ketentuan pengaturan wilayah negara

Dengan amandemen wilayah dan daerah Ri semakin diatur secara jelas sehingga dapat dipertahankan dan dijaga dengan baik oleh negara dan rakyat Indonesia( Thaib, 2010:149).

j.        Pengaturan dan pengakuan Hak Azasi Manusia

Hak Azasi Manusia diatur dan diakui secara jelas setelah amandemen melalui pasal 28 A hingga 28 J dan beberapa pasal lainnya yang menghargai dan menjamin hak azasi warga negara Indonesia.

k.      Penegasan fungsi lembaga negara

Melalui amandemen UUD 1945 kita dapat mengetahui tentang penegasan fungsi badan legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta diperkenalkan sistem checks and balances yang lebih baik daripada UUD 1945 awal sehingga pelaksanaan dan penyelenggaraan negara akan dapat dilaksanakan dan diawasi dengan lebih baik lagi.

l.        Pengenalan lembaga negara dan mekanisme kerja yang baru

Pada Perubahan UUD ini juga diperkenalkan lembaga-lembaga negara baru dan mekanisme baru, yaitu: Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Dewan Perwakilan Daerah.

m.    Diperlihatkannya pemisahan kekuasaan

Lembaga-lembaga yang baru dalam UUD 1945 telah memperlihatkan struktur pemisahan kekuasaan yang lebih baik daripada UUD 1945 sebelum perubahan. Pemisahan kekuasaan diperlihatkan dari 7 organ utama pelaksana kedaulatan rakyat yaitu :

·         Presiden sebagai pelaksana eksekutif

·         DPR sebagai pelaksana kekuasaan legislative

·         MPR sebagai pelaksanan kekuasaan legislative

·         DPD sebagai pelaksana kekuasaan legislative

·         Mahkamah Agung sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif

·         Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif

·         BPK sebagai pelaksana kekuasaan legislatif (salah satu fungsi legislatif adalah mengawasi kekuasaan eksekutif).

n.      Ditetapkannya mekanisme pemilu

Mekanisme pemilihan umum yang baru yang diperkenalkan dalam UUD 1945 adalah: 1. Pemilihan Umum secara langsung untuk Pemilihan Presiden, 2. Pemilihan Umum untuk memilih wakil rakyat baik DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dengan memilih tanda gambar partai politik dan nama wakil rakyat. 3. Mekanisme pemilihan secara langsung anggota DPD.

o.      Penetapan struktur dan komposisi MPR

Tahapan dari amandemen UUD 1945 menuntaskan beberapa materi penting antara lain tentang struktur dan komposisi MPR, Pemilihan Presiden langsung, peranan negara dan agama pada Pasal 29, otoritas moneter, Pasal 31 tentang pendidikan dan kebudayaan. Dan aturan peralihan yang salah satunya akan mengatur soal pemberlakuan hasil amandemen itu sendiri.

p.      Akselerasi perkembangan ketatanegaraan bagi masyarakat umum

Perkembangan yang dihasilkan UUD 1945 selanjutnya adalah kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas lembaga negara menjadi dinamis dan dilingkupi oleh suasana konstitusi yang sangat kental. Akselerasi Perkembangan ketatanegaraan semakin meningkat dengan adanya berbagai permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi yang berakibat semakin dekatnya masyarakat terutama kaum elit negara ini terhadap pentingnya pengaturan norma-norma dasar dalam konstitusi. Hal ini, sejalan dengan cita-cita dan keinginan pembuat UUD agar UUD 1945 dianggap sebagai aturan tertinggi diantara peraturan-peraturan yang lain

q.      Penetapan atas berbagai identitas negara

Dengan ditetapkannya identitas negara maka diharpakn rasa nasionalisme seluruh bangsa Indonesia dapat ditingkatkan sehingga tujuan negara dapat tercapai ( Thaib, 2010:149).

Selain kelebihan amandemen UUD 1945 juga memiliki kelemahan yang harus diperbaiki dan tidak diulangi lagi pada amandemen-amandemen selanjutnya. Kelemahan amandemen UUD 1945 antara lain adalah:

a.       Tidak membuat kerangka dasar perubahan dan content draft

MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945 tidak membuat dan memiliki content draft konstitusi secara utuh sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan ( Thaib, 2010:150). Content draft yang didasari paradigma yang jelas yang menjadi kerangka (overview) tentang eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan negara hukum, negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya. Juga eksposisi yang mendalam tentang esensi demokrasi, apa syaratnya dan prinsip-prinsipnya serta check and balancesnya bagaimana dilakukan secara mendalam. Nilai/values merupakan kerangka dasar yang harus dinyatakan dalam setiap kosntitusi sebuah negara, sehingga negara yang berdiri atas nilai-nilai ideal yang diperjuangkan akan terlihat.

b.      Amandemen yang parsial dan tambal sulam

MPR lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan memakai kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat perubahan itu menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya. MPR tidak berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses Amandemen secara parsial seperti diatas tidak dapat memberikan kejelasan terhadap konstruksi nilai dan bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya paradoks dan inkonsistensi terhadap hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini bisa dilihat dari pasal-pasal yang secara redaksional maupun sistematikanya yang tidak konsisten satu sama lain. Seperti misalnya, penetapan prinsip sistem Presidensial namun dalam elaborasi pasal-pasalnya menunjukkan sistem Parlementer yang memperkuat posisi dan kewenangan MPR/DPR

c.       Adanya bias kepentingan politik

MPR yang dikarenakan keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi politik menyebabkan dalam setiap pembahasan dan keputusan amat kental diwarnai oleh kepentingan politik masing-masing. Fraksi-fraksi politik yang ada lebih mengedepankan kepentingan dan selera politiknya dibandingkan kepentingan bangsa yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan keputusan final mengenai Amandemen UUD 1945 dilakukan oleh sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim Perumus tanpa adanya risalah rapat.

 

d.      Partisipasi Semu

Sekalipun dalam mempersiapkan materi perubahan yang akan diputuskan MPR melalui Badan Pekerjanya, melibatkan partisipasi publik baik kalangan Profesi, ornop, Perguruan Tinggi, termasuk para pakar/ahli. Namun partisipasi tersebut menjadi semu sifatnya dan hanya melegitimasi kerja MPR saja. Dalam kerja BP MPR ini rakyat tidak mempunyai hak untuk mempertanyakan dan turut menentukan apa yang diinginkan untuk diatur dalam konstitusinya, MPR jugalah menentukan materi apa yang boleh dan tidak boleh.

e.       Keterbatasan substansi yang dibahas MPR

MPR hanya membatasi pada materi-materi yang belum diputuskan dan dalam penyerapannya yang tidak mencakup seluruh wilayah. Pembatasan itu jelas akan memperpanjang inkonsistensi nilai dan sistematika yang ada. Jelas hal ini merupakan bagian dari pemenjaraan secara politis untuk menyelamatkan kepentingan-kepentingan fraksi yang ada di MPR.

f.       Terbatasnya sosialisasi dan penyerapan

Dalam penyerapan dan sosialisasi (uji sahih), BP MPR tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi publik untuk dapat berpartisipasi dalam memahami dan mengusulkan apa yang menjadi kepentingannya. Termasuk dalam proses amandemen yang keempat, MPR tidak melakukannya secara intensif dan luas kepada seluruh lapisan masyarakat diseluruh wilayah Indonesia.

Alasan keterbatasan dana yang dikemukakan oleh MPR RI sebagai alasan untuk membatasi uji sahih, kami anggap sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab. Apalagi tampak bahwa pihak MPR tidak pernah mengeluh kekurangan dana apabila akan melakukan sosialisasi atau studi banding ke keluar negeri yang telah memakan biaya besar pada tahun-tahun sebelumnya.

g.      Substnsi uji sahih yang terbatas

Substansi yang disosialisasikan pada proses uji sahih ini juga dibatasi pada materi yang belum diputuskan dan beberapa materi yang tidak dapat dirubah. Publik tidak akan dapat memberikan penilaian terhadap substansi Amandemen pertama sampai keempat yang telah dilakukan oleh MPR selama ini. Menurut hemat kami ini merupakan indikasi pengingkaran MPR terhadap prinsip kedaulatan rakyat. MPR telah bertindak diatas konstitusi yang semestinya adalah milik semua rakyat untuk dapat mengusulkan dan menentukan.

h.      Tidak intensif dan maksimal

Dalam proses itu ada keterbatasan waktuyang dimiliki oleh anggota MPR , terutama anggota Badan Pekerja yang diserahi tugas mempersiapkan materi Amandemen UUD 1945 karena merangkap jabatan sebagai anggota DPR RI dengan beban pekerjaan yang cukup banyak. Terlebih lagi, sebagai parpol di DPR, anggota–anggota ini diharuskan untuk ikut berbagai rapat/pertemuan yang diadakan oleh DPR atau partainya sehingga makin mengurangi waktu dan tenaga yang tersedia untuk dapat mengolah materi Amandemen UUD 1945 sekaligus melakukan konsultasi publik secara lebih efektif. Akibatnya kualitas materi yang dihasilkan tidak memuaskan. Padahal, konstitusi adalah suatu Kontrak Sosialanatra rakyat dan negara sehingga proses perubahannya seharusnya melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik.

i.        Kelemahan dari segi substansi

Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat dan dalam skala yang sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari naskahnya yang asli sebagai warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya berisi 71 butir kaedah dasar, sekarang dalam waktu empat kali perubahan, telah berisi 199 butir kaedah hukum dasar. Perubahan-perubahan substantif itu menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat luas jangkauannya, serta dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu secara bertahap selama empat kali dan empat tahun.

j.        Tidak adanya paradigma yang jelas.

Model rancangan perubahan UUD 1945 yang ada sekarang, dimana semua alternatif perubahan dimasukkan dalam satu rancangan, membuka peluang lebar bagi tidak adanya paradigma, kurang detailnya konstruksi nilai dan bangunan ketatanegaraan yang hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut. Persoalan nilai yang hendak dibangun secara prinsip telah ada dalam Pembukaan UUD 1945, hal itu juga merupakan sebab untuk tidak dirubahnya Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai yang secara prinsip tersebut tidak diatur dengan jelas pada batang tubuh UUD 1945. Persoalan seperti nilai/value pembangunan ekonomi yang hendak dibangun pada UUD 1945 setelah perubahan. Apakah yang dimaksud dengan azas kekeluargaan tidak pernah jelas dikemukakan oleh negara. Bagaimanakah cara dan proses menjalankan azas kekeluargaan dalam sistem perekonomian juga menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah diselesaikan oleh negara.

k.      Inkonsistensi rumusan.

MPR dalam melakukan amandemen UUD 1945, banyak menghasilkan rumusan-rumusan yang paradoks dan inkonsistensi. Keberadaan MPR dalam posisinya sebagai lembaga tertinggi negara membuat rancu sistem pemerintahan yang demokratis, karena perannya juga seperti lembaga legislatif. MPR yang dimaknai sebagai representasi kekuasaan tertinggi rakyat dan dapat melakukan kontrol terhadap kekuasaan lainnya menjadi superbody yang tidak dapat dikontrol.

l.        Tidak Sistematis

MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana yang telah dibahas pada prosesnya, tidak mau atau tidak berani keluar dari kerangka dengan mendekonstruksikan prinsip dan nilai UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah layak dipertanyakan. MPR tidak mendasarinya dengan ide-ide konstitusionalisme, yang esensinya merupakan spirit/jiwa bagi adanya pengakuan Hak Azasi Manusia dan lembaga-lembaga negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dibatasi oleh hukum.

 

2.2  Catatan untuk Amandemen kelima

Jika kita melihat kepada kelebihan dan juga kelemahan amandemen UUD 1945 maka dapat kita ketahui bahwa amandemen UUD 1945 telah banyak membawa perubahan yang positif ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negara kita tercinta ini.  Oleh sebab itu kami merasa bahwa amandemen kelima untuk saat ini belum menjadi kebutuhan mendesak.

Namun apabila memang diperlukan dan dirorong oleh sesuatu yang sangat mendesak maka amandemen ini harus kita laksanakan guna mewujudkan sistem ketatanegaraan yang lebih baik. Dan jika hal ini harus dilaksanakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

·         Sistem Perwakilan Rakyat

MPR masih memiliki kewenangan-kewenangan yang meletakannya sebagai suatu lembaga ”supra”, bahkan diatas konstitusi, karena masih berwenang melakukan perubahan terhadap UUD 1945, dan menentukan keputusan impeachment terhadap presiden meskipun sudah ada rekomendasi dari Mahkamah Konstitusi serta wewenang untuk melakukan Judicial Review. Sifat supra dari MPR menunjukkan bahwa ada karakteristik sistem Parlementer yang masih kuat dalam sistem ketatanegaraan sehingga terjadi kerancuan dalam bernegara karena disatu pihak Presiden melaksanakan Sistem Presidensiil sedangkan DPR/MPR seringkali menginterprestasikan kinerjanya berdasarkan Sistem Parlementer. Tidak terjadi sistem checks and Balances atau akuntabilitas horizontal yang jelas antara lembaga negara. Seharusnya MPR setelah adanya DPD bukan lagi merupakan sebuah lembaga karena sudah ada DPR dan DPD yang melakukan tugas dan fungsinya kalaupun masih ada MPR hanya sebagai sebuah (joint session) lembaga pertemuan yang dibentuk jika DPR dan DPD ingin melakukan sebuah perubahan UUD. Sistem parlemen yang terjadi adalah sistem parlemen yang soft bicameralism, sehingga tidak terjadi mekanisme bikameral yang baik antara Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat yang pra amandemen mempunyai kewenangan yang tidak begitu kuat setelah amandemen berbalik menjadi sebuah lembaga yang mempunyai kekuatan yang sangat besar, bahkan melebihi ”saudara barunya/DPD”. Sehingga pada saat ini terlihat kekuasaan yang begitu besar yang dipunyai oleh DPR. DPD tidak menampakkan prestasi yang baik sampai saat ini, hal ini dapat dilihat dari hampir tidak ada RUU yang diajukan oleh DPD pada permasalahan otonomi daerah. Dari hal inipun tidak jelas mekanisme checks and balances yang dipunyai oleh DPR Dan DPD dalam kerangka kekuasaan legislasi.

·         Sistem Mekanisme Check and Balances antar lembaga negara

Amandemen I-IV UUD 1945 telah menyebabkan berubahnya sistem ketatanegaraan yang berlaku, meliputi jenis dan jumlah lembaga negara, sistem pemerintahan, sistem peradilan, dan sistem perwakilannya. Pada sisi lain, paradigma perubahan UUD mencoba diletakkan dalam kerangka checks and balances sehingga memungkinkan terjadinya saling kontrol antara satu cabang kekuasaan dan cabang kekuasaan yang lain. Implikasi dari penerapan sistem checks and balances tersebut akan berpotensi menimbulkan berbagai macam sengketa, salah satunya adalah sengketa kewenangan antar lembaga negara. (Firmansyah Arifin dkk,2006:114)

·         Hak Azasi Manusia

Amandemen UUD 1945 dalam hal Hak Azasi Manusia menempatkan Amandemen Kedua UUD 1945 adalah hal yang paling signifikan dalam mengatur Hak Azasi Manusia. Di dalam Bab X A Hak Asasi Manusia ini terdapat sebanyak 10 pasal 24 ayat yang mengatur prinsip-prinsip penting tentang nilai dan prinsip kemanusiaan. Di satu sisi, mungkin sulit untuk menyangkal bahwa perumusan begitu banyak merupakan indikasi adanya komitmen di sebagian anggota majelis untuk mempromosikan dan menjamin pelaksanaan penegakan hak asasi. Namun demikian, ada beberapa masalah yang perlu diajukan karena masalah tersebut potensial mengingkari pelaksanaan penegakan hak asasi secara konsisten dan menempatkan pasal-pasal hak asasi di dalam Bab X A Hak Asasi Manusia hanya menjadi sebuah prinsip yang tidak mempunyai daya enforcement.

·         Mekanisme Pemberian Sanksi Jika Isi UUD 1945 Tidak Dilaksanakan.

Tidak adanya batasan yang jelas bagaimana jika pemerintah/eksekutif, parlemen/legislatif dan peradilan/ yudikatif melanggar isi UUD 1945. Yang diatur hanyalah jika Presiden melanggar UUD 1945, akan tetapi hal tersebut tergantung pada kekuasaan lain. Hal ini tidak menjadi permasalahan jika mekanisme checks and balances berjalan dengan baik. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Anggaran Pendidikan yang mengharuskan pemerintah tetap menjalankan anggaran pendidikan sebesar 20 % diabaikan oleh pemerintah maupun DPR. Hal ini, jika dibiarkan terus menerus akan menimbulkan preseden yang sangat buruk bagi sebuah negara hukum. Pelanggaran serius yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kekuasaan negara tidak tersentuh, walaupun kontrol masyarakat berupa judicial review telah dilakukan.

·         Mekanisme Perubahan

Sebagai kontrak sosial sebuah UUD harus jelas mekanisme perubahannya, dan diberikan waktu yang cukup untuk merubah dan merevisi UUD. Harus difikirkan untuk membentuk sebuah badan yang seperti Komisi Konstitusi dan mempunyai waktu dan wewenang yang cukup untuk merubah UUD secara menyeluruh ataupun mensinkronisasi UUD sehingga baik secara proses maupun substansi. Jika pembentukan Komisi Konstitusi kembali diserahkan kepada BP MPR atau minimal melalui kewenangan Badan Pekerja MPR ditakutkan kelemahan- kelemahan yang terjadi pada amandemen atu hingga empat akan kembali menyesatkan.


 

BAB III

PENUTUP

 

3.1     Kesimpulan

 

Berdasarkan pembahasan dan pemaparan penulis diatas maka dapat penulis simpulkan beberapa hal yang mendasar yaitu:

a.    Amandemen UUD 1945 telah membawa perubahan yang sangat mendasar di berbagi bidang ketatanegaraan di negara kita. Namun seperti berbagai hal yang lainnya perubahan ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya secara umum adalah dengan amandemen sistem ketatanegaraan bangsa kita semakin meningkat kualitasnya. Namun yang menjadi kelemahan mendasaar adalah proses amandemen ini hanya dilakukan dan didominasi oleh kaum elit politik saja tanpa memperhatikan konstituen.

b.    Amandemen kelima untuk saat ini belum menjadi kebutuhan mendesak. Namun apabila memang diperlukan dan dirorong oleh sesuatu yang sangat mendesak maka amandemen ini harus kita laksanakan guna mewujudkan sistem ketatanegaraan yang lebih baik. Dan sebagai catatan berbagai hal harus lebih diperhatikan dan diperbaiki mulai dari sistem perwakilan, hingga hak dan wewenang lembaga negara.

 

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}

BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Orde Baru di bawah pimpinan Presiden kedua kita Soeharto, memiliki banyak kekurangan dalam penyelenggaraan pemerintahannya selama kurang lebih 32 tahun lamanya. Pemerintah pada masa itu menggunakan kekuasaannya untuk mempertahankan kekeuasaan presiden Soeharto. Legislatif diisi dengan kerabat dan sahabat, pers dibatasi kebebasannya, dan yang paling parah adalah siapa yang menentang pemerintah akan dipenjara atau diberi hukuman yang lain.Namun pada tahun 1998 mahasiswa sudah tidak mampu lagi menahan aspirasinya sehingga runtuhlah kekuasaan orde baru.Dengan tumbangnya orde baru bangsa kita masuk ke dalam tahap baru yang disebut dengan orde reformasi. Salah satu agenda awal orde reformasi yang merupakan tuntutan mahasiswa di dalam proses runtuhnya orde baru adalah perubahan atau amandemen UUD 1945 yang selama masa orde baru digunakan penguasa sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan. Adalah kenyataan bahwa UUD 1945 sebelum amandemen selalu menimbulkan ororitarisme kekuasaan. (Mahfud MD, 2007:1). Dengan permasalahan yang ditimbulkan tesebut dirasa perlu dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 tersebut.

Perubahan UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999 merupakan sebuah dorongan dari gerakan reformasi. Sejak tahun 1999, tak lama setelah Orde Baru berakhir kekuasaannya UUD 1945 telah 4 kali diamandemen. ( Miriam Budiardjo, 2010:183). Tuntutan perubahan UUD 1945 yang digulirkan oleh berbagai kalangan masyarakat dan kekuatan sosial politik didasarkan pada pandangan bahwa dalam UUD 1945 belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan penghormatan HAM. UUD 1945 sebelum perubahan merupakan sebuah UUD yang menimbulkan multitafsir dan membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik, tertutup yang menimbulkan kemerosotan kehidupan nasional di berbagai bidang kehidupan (MPR RI, 2003: 7.)

Praktek bernegara yang berjalan selama 32 tahun menjadi suatu praktek bernegara yang dipaksakan oleh pihak pemerintah (eksekutif) kepada seluruh pihak legislative dan yudikatif tanpa koreksi. Seharusnya praktek bernegara yang dipraktekkan atas kesepakatan bersama dan didasari atas pemikiran yang demokratis sehingga checks and balances dapat berjalan dengan baik.

Perkembangan sistem ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia setelah diadakan perubahan tahun 1999 telah berjalan hampir 13 tahun. Perubahan UUD bertujuan untuk menata kembali kehidupan bernegara yang selama 32 tahun dianggap tidak berjalan dengan baik walaupun selama 32 tahun tersebut dikenal jargon bahwa pemerintahan “menjalankan UUD 1945 secara murni dan konsekwen”.

Namun berbagai permasalahan masih mengahantui amandemen dan perubahan UUD 1945 ini. Mulai dari permasalahan pemahaman terhadap subsatansi yang masih belum jelas dan penyimpangan pelaksaan dari yang sudah digariskan di dalam UUD tersebut hingga timbul suatu rumor bahwa perlu dilakukan lagi suatu amandemen kelima untuk UUD kita ini.

Berdasarkan berbagai hal tersebut maka penulis menganggap perlu untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam suatu di dalam suatu karya tulis yang disusun dalam bentuk makalah sehingga dpat memberi suatu gambaran tentang prejalanan perubahana konstitusi di Negara kita Indonesia ini.

Rumusan Masalah

1.      Bagaimana analisis kelebihan dan juga kekurangan amandemen dari yang pertama hingga yang terakhir?

2.      Apakah yang harus diperbaiki jika dilaksanakan amandemen kelima guna menyelesaikan kelemahan-kelemahan yang masih terdapat pada hasil amandemen keempat?


BAB II

PENDAHULUAN

 

2.1  Proses Amandemen

Amandemen UUD 1945 telah dilaksanakan 4 kali mulai dari tahun 1999 hingga tahun 2002, dan akhirnya akhirnya menghasilkan 5 Naskah UUD 1945, yaitu : UUD 1945, Perubahan I UUD 1945, Perubahan II UUD 1945, Perubahan III UUD 1945 dan Perubahan IV UUD 1945. Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat dan dalam skala yang sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari naskahnya yang asli sebagai warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya berisi 71 butir kaedah dasar, sekarang dalam waktu empat kali perubahan, telah berisi 199 butir kaedah hukum dasar. Perubahan-perubahan substantif itu menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat luas jangkauannya, serta dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu secara bertahap selama empat kali dan empat tahun. ( Jimly Ashhdiqie, 2006:348).

Namun pada proses pembahasan perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR RI, maka Panitia Ad Hoc I seperti yang tercantum di dalam  Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Tahun 1945 yang diterbitkan MPR-RI  menyusun berbagai kesepakatan dasar berkaitan dengan perubahan UUD 1945. Kesepakatan dasar itu terdiri dari lima butir, yaitu:

·         Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945

·         Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

·         Mempertegas sistem pemerintah presidensiil

·         Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam Penjelasan UUD 1945 harus dimasukkan kedalam pasal-pasal yang ada dalam batang tubuh UUD 1945.

·         Perubahan dilakukan dengan cara ”adendum”.

Sebelum kita menganalisis bagaimanakah keunggulan dan kelemahan amandemen maka kita harus mengetahui bahwa amandemen UUD 1945 memiliki berbagai tujuan yang telah ditetapkan sebeleumnya. Berdasarakan Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Tahun 1945 yang diterbitkan MPR-RI tujuan amandemen yaitu

1.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 itu yang berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi.

3.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD 1945.

4.      Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem checks and balances yang lebih ketat dan transparan, pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.

5.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan.

6.      Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara dan perjuangan negara untuk mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum

7.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasi ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.

Suatu perubahan yang telah dilakukan pada suatu hal akan dapat menimbulkan berbagai kelebihan maupun kekurangan. Begitu juga dengan proses amandemen terhadap UUD 1945 yang telah negara kita laksanakan juga memiliki kelebihan dan juga kekurangan.

Kelebihan dari proses amandemen UUD 1945 adalah:

a.       Momentum desakralisasi UUD 1945

Dengan adanya UUD 1945 adalah langkah dan strategi yang tepat guna menunjukkan kepada masyarakat umum bahwa UUD 1945 tidaklah keramat dan dapat diubah jika sedah tidak relevan lagi ( Thaib, 2010:147).

b.      Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum

Melalui Pasal 1 ayat (3) bangsa kita dapat menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, sehingga penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law dapat diwujudkan secara murni dan konsekuen.

c.       Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara

Dengan diaturnya mekanisme dan aturan mengenai pengangkatan dan juga pemilihan pejabat negara maka transparansi dan juga akuntabilitas dari pemerintahan dan tata kelolanya dapat dipertanggungjawabkan.

d.      Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.

UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK) (Pan Mohamad Faiz ,2007).

e.       Pembangkit dinamika ketatanegaraan

Perubahan UUD 1945 telah banyak memberikan dinamika ketatanegaraan Republik ini. Masyarakat Indonesia setidak-tidaknya bisa bersuara dari berbagai lembaga negara dan sistem bernegara yang diperkenalkan oleh Perubahan tersebut.

f.       Pembatasan hak dan kekuasaan presiden

Dengan adanya amanden UUD 1945 kita dapat melihat bahwa kekuasaan pemerintahan presiden yang sebelumnya tidak terbatas dengan adanya amandemen dapat dibatasi hanya 2 kali masa jabatan dimana sebelumnya presiden dapat menjabat lebih dari 2 kali masa jabatan( Thaib, 2010:148).

g.      Hak prerogative presiden diperjelas dan diatur

Dalam beberapa hal hak prerogative presiden diatur dan harus dikonsultasikan dengan lebaga negara seperti mengangkat atau menerima duta serta memberikan amnesti, abolosi grasi dan rehabilitasi( Thaib, 2010:148)..

h.      Penegasan susunan negara kesatuan RI dari pusat hingga daerah

Susunan pemerintahan dari daerah hingga pusat dapat kita lihat setelah dilakukannya amandemen beserta dengan otonominya sesuai dengan kekhususan, keistimewaan, dan keragaman daerahnya( Thaib, 2010:148)..

i.        Ketentuan pengaturan wilayah negara

Dengan amandemen wilayah dan daerah Ri semakin diatur secara jelas sehingga dapat dipertahankan dan dijaga dengan baik oleh negara dan rakyat Indonesia( Thaib, 2010:149).

j.        Pengaturan dan pengakuan Hak Azasi Manusia

Hak Azasi Manusia diatur dan diakui secara jelas setelah amandemen melalui pasal 28 A hingga 28 J dan beberapa pasal lainnya yang menghargai dan menjamin hak azasi warga negara Indonesia.

k.      Penegasan fungsi lembaga negara

Melalui amandemen UUD 1945 kita dapat mengetahui tentang penegasan fungsi badan legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta diperkenalkan sistem checks and balances yang lebih baik daripada UUD 1945 awal sehingga pelaksanaan dan penyelenggaraan negara akan dapat dilaksanakan dan diawasi dengan lebih baik lagi.

l.        Pengenalan lembaga negara dan mekanisme kerja yang baru

Pada Perubahan UUD ini juga diperkenalkan lembaga-lembaga negara baru dan mekanisme baru, yaitu: Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Dewan Perwakilan Daerah.

m.    Diperlihatkannya pemisahan kekuasaan

Lembaga-lembaga yang baru dalam UUD 1945 telah memperlihatkan struktur pemisahan kekuasaan yang lebih baik daripada UUD 1945 sebelum perubahan. Pemisahan kekuasaan diperlihatkan dari 7 organ utama pelaksana kedaulatan rakyat yaitu :

·         Presiden sebagai pelaksana eksekutif

·         DPR sebagai pelaksana kekuasaan legislative

·         MPR sebagai pelaksanan kekuasaan legislative

·         DPD sebagai pelaksana kekuasaan legislative

·         Mahkamah Agung sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif

·         Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif

·         BPK sebagai pelaksana kekuasaan legislatif (salah satu fungsi legislatif adalah mengawasi kekuasaan eksekutif).

n.      Ditetapkannya mekanisme pemilu

Mekanisme pemilihan umum yang baru yang diperkenalkan dalam UUD 1945 adalah: 1. Pemilihan Umum secara langsung untuk Pemilihan Presiden, 2. Pemilihan Umum untuk memilih wakil rakyat baik DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dengan memilih tanda gambar partai politik dan nama wakil rakyat. 3. Mekanisme pemilihan secara langsung anggota DPD.

o.      Penetapan struktur dan komposisi MPR

Tahapan dari amandemen UUD 1945 menuntaskan beberapa materi penting antara lain tentang struktur dan komposisi MPR, Pemilihan Presiden langsung, peranan negara dan agama pada Pasal 29, otoritas moneter, Pasal 31 tentang pendidikan dan kebudayaan. Dan aturan peralihan yang salah satunya akan mengatur soal pemberlakuan hasil amandemen itu sendiri.

p.      Akselerasi perkembangan ketatanegaraan bagi masyarakat umum

Perkembangan yang dihasilkan UUD 1945 selanjutnya adalah kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas lembaga negara menjadi dinamis dan dilingkupi oleh suasana konstitusi yang sangat kental. Akselerasi Perkembangan ketatanegaraan semakin meningkat dengan adanya berbagai permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi yang berakibat semakin dekatnya masyarakat terutama kaum elit negara ini terhadap pentingnya pengaturan norma-norma dasar dalam konstitusi. Hal ini, sejalan dengan cita-cita dan keinginan pembuat UUD agar UUD 1945 dianggap sebagai aturan tertinggi diantara peraturan-peraturan yang lain

q.      Penetapan atas berbagai identitas negara

Dengan ditetapkannya identitas negara maka diharpakn rasa nasionalisme seluruh bangsa Indonesia dapat ditingkatkan sehingga tujuan negara dapat tercapai ( Thaib, 2010:149).

Selain kelebihan amandemen UUD 1945 juga memiliki kelemahan yang harus diperbaiki dan tidak diulangi lagi pada amandemen-amandemen selanjutnya. Kelemahan amandemen UUD 1945 antara lain adalah:

a.       Tidak membuat kerangka dasar perubahan dan content draft

MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945 tidak membuat dan memiliki content draft konstitusi secara utuh sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan ( Thaib, 2010:150). Content draft yang didasari paradigma yang jelas yang menjadi kerangka (overview) tentang eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan negara hukum, negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya. Juga eksposisi yang mendalam tentang esensi demokrasi, apa syaratnya dan prinsip-prinsipnya serta check and balancesnya bagaimana dilakukan secara mendalam. Nilai/values merupakan kerangka dasar yang harus dinyatakan dalam setiap kosntitusi sebuah negara, sehingga negara yang berdiri atas nilai-nilai ideal yang diperjuangkan akan terlihat.

b.      Amandemen yang parsial dan tambal sulam

MPR lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan memakai kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat perubahan itu menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya. MPR tidak berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses Amandemen secara parsial seperti diatas tidak dapat memberikan kejelasan terhadap konstruksi nilai dan bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya paradoks dan inkonsistensi terhadap hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini bisa dilihat dari pasal-pasal yang secara redaksional maupun sistematikanya yang tidak konsisten satu sama lain. Seperti misalnya, penetapan prinsip sistem Presidensial namun dalam elaborasi pasal-pasalnya menunjukkan sistem Parlementer yang memperkuat posisi dan kewenangan MPR/DPR

c.       Adanya bias kepentingan politik

MPR yang dikarenakan keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi politik menyebabkan dalam setiap pembahasan dan keputusan amat kental diwarnai oleh kepentingan politik masing-masing. Fraksi-fraksi politik yang ada lebih mengedepankan kepentingan dan selera politiknya dibandingkan kepentingan bangsa yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan keputusan final mengenai Amandemen UUD 1945 dilakukan oleh sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim Perumus tanpa adanya risalah rapat.

 

d.      Partisipasi Semu

Sekalipun dalam mempersiapkan materi perubahan yang akan diputuskan MPR melalui Badan Pekerjanya, melibatkan partisipasi publik baik kalangan Profesi, ornop, Perguruan Tinggi, termasuk para pakar/ahli. Namun partisipasi tersebut menjadi semu sifatnya dan hanya melegitimasi kerja MPR saja. Dalam kerja BP MPR ini rakyat tidak mempunyai hak untuk mempertanyakan dan turut menentukan apa yang diinginkan untuk diatur dalam konstitusinya, MPR jugalah menentukan materi apa yang boleh dan tidak boleh.

e.       Keterbatasan substansi yang dibahas MPR

MPR hanya membatasi pada materi-materi yang belum diputuskan dan dalam penyerapannya yang tidak mencakup seluruh wilayah. Pembatasan itu jelas akan memperpanjang inkonsistensi nilai dan sistematika yang ada. Jelas hal ini merupakan bagian dari pemenjaraan secara politis untuk menyelamatkan kepentingan-kepentingan fraksi yang ada di MPR.

f.       Terbatasnya sosialisasi dan penyerapan

Dalam penyerapan dan sosialisasi (uji sahih), BP MPR tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi publik untuk dapat berpartisipasi dalam memahami dan mengusulkan apa yang menjadi kepentingannya. Termasuk dalam proses amandemen yang keempat, MPR tidak melakukannya secara intensif dan luas kepada seluruh lapisan masyarakat diseluruh wilayah Indonesia.

Alasan keterbatasan dana yang dikemukakan oleh MPR RI sebagai alasan untuk membatasi uji sahih, kami anggap sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab. Apalagi tampak bahwa pihak MPR tidak pernah mengeluh kekurangan dana apabila akan melakukan sosialisasi atau studi banding ke keluar negeri yang telah memakan biaya besar pada tahun-tahun sebelumnya.

g.      Substnsi uji sahih yang terbatas

Substansi yang disosialisasikan pada proses uji sahih ini juga dibatasi pada materi yang belum diputuskan dan beberapa materi yang tidak dapat dirubah. Publik tidak akan dapat memberikan penilaian terhadap substansi Amandemen pertama sampai keempat yang telah dilakukan oleh MPR selama ini. Menurut hemat kami ini merupakan indikasi pengingkaran MPR terhadap prinsip kedaulatan rakyat. MPR telah bertindak diatas konstitusi yang semestinya adalah milik semua rakyat untuk dapat mengusulkan dan menentukan.

h.      Tidak intensif dan maksimal

Dalam proses itu ada keterbatasan waktuyang dimiliki oleh anggota MPR , terutama anggota Badan Pekerja yang diserahi tugas mempersiapkan materi Amandemen UUD 1945 karena merangkap jabatan sebagai anggota DPR RI dengan beban pekerjaan yang cukup banyak. Terlebih lagi, sebagai parpol di DPR, anggota–anggota ini diharuskan untuk ikut berbagai rapat/pertemuan yang diadakan oleh DPR atau partainya sehingga makin mengurangi waktu dan tenaga yang tersedia untuk dapat mengolah materi Amandemen UUD 1945 sekaligus melakukan konsultasi publik secara lebih efektif. Akibatnya kualitas materi yang dihasilkan tidak memuaskan. Padahal, konstitusi adalah suatu Kontrak Sosialanatra rakyat dan negara sehingga proses perubahannya seharusnya melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik.

i.        Kelemahan dari segi substansi

Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat dan dalam skala yang sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari naskahnya yang asli sebagai warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya berisi 71 butir kaedah dasar, sekarang dalam waktu empat kali perubahan, telah berisi 199 butir kaedah hukum dasar. Perubahan-perubahan substantif itu menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat luas jangkauannya, serta dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu secara bertahap selama empat kali dan empat tahun.

j.        Tidak adanya paradigma yang jelas.

Model rancangan perubahan UUD 1945 yang ada sekarang, dimana semua alternatif perubahan dimasukkan dalam satu rancangan, membuka peluang lebar bagi tidak adanya paradigma, kurang detailnya konstruksi nilai dan bangunan ketatanegaraan yang hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut. Persoalan nilai yang hendak dibangun secara prinsip telah ada dalam Pembukaan UUD 1945, hal itu juga merupakan sebab untuk tidak dirubahnya Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai yang secara prinsip tersebut tidak diatur dengan jelas pada batang tubuh UUD 1945. Persoalan seperti nilai/value pembangunan ekonomi yang hendak dibangun pada UUD 1945 setelah perubahan. Apakah yang dimaksud dengan azas kekeluargaan tidak pernah jelas dikemukakan oleh negara. Bagaimanakah cara dan proses menjalankan azas kekeluargaan dalam sistem perekonomian juga menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah diselesaikan oleh negara.

k.      Inkonsistensi rumusan.

MPR dalam melakukan amandemen UUD 1945, banyak menghasilkan rumusan-rumusan yang paradoks dan inkonsistensi. Keberadaan MPR dalam posisinya sebagai lembaga tertinggi negara membuat rancu sistem pemerintahan yang demokratis, karena perannya juga seperti lembaga legislatif. MPR yang dimaknai sebagai representasi kekuasaan tertinggi rakyat dan dapat melakukan kontrol terhadap kekuasaan lainnya menjadi superbody yang tidak dapat dikontrol.

l.        Tidak Sistematis

MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana yang telah dibahas pada prosesnya, tidak mau atau tidak berani keluar dari kerangka dengan mendekonstruksikan prinsip dan nilai UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah layak dipertanyakan. MPR tidak mendasarinya dengan ide-ide konstitusionalisme, yang esensinya merupakan spirit/jiwa bagi adanya pengakuan Hak Azasi Manusia dan lembaga-lembaga negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dibatasi oleh hukum.

 

2.2  Catatan untuk Amandemen kelima

Jika kita melihat kepada kelebihan dan juga kelemahan amandemen UUD 1945 maka dapat kita ketahui bahwa amandemen UUD 1945 telah banyak membawa perubahan yang positif ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negara kita tercinta ini.  Oleh sebab itu kami merasa bahwa amandemen kelima untuk saat ini belum menjadi kebutuhan mendesak.

Namun apabila memang diperlukan dan dirorong oleh sesuatu yang sangat mendesak maka amandemen ini harus kita laksanakan guna mewujudkan sistem ketatanegaraan yang lebih baik. Dan jika hal ini harus dilaksanakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

·         Sistem Perwakilan Rakyat

MPR masih memiliki kewenangan-kewenangan yang meletakannya sebagai suatu lembaga ”supra”, bahkan diatas konstitusi, karena masih berwenang melakukan perubahan terhadap UUD 1945, dan menentukan keputusan impeachment terhadap presiden meskipun sudah ada rekomendasi dari Mahkamah Konstitusi serta wewenang untuk melakukan Judicial Review. Sifat supra dari MPR menunjukkan bahwa ada karakteristik sistem Parlementer yang masih kuat dalam sistem ketatanegaraan sehingga terjadi kerancuan dalam bernegara karena disatu pihak Presiden melaksanakan Sistem Presidensiil sedangkan DPR/MPR seringkali menginterprestasikan kinerjanya berdasarkan Sistem Parlementer. Tidak terjadi sistem checks and Balances atau akuntabilitas horizontal yang jelas antara lembaga negara. Seharusnya MPR setelah adanya DPD bukan lagi merupakan sebuah lembaga karena sudah ada DPR dan DPD yang melakukan tugas dan fungsinya kalaupun masih ada MPR hanya sebagai sebuah (joint session) lembaga pertemuan yang dibentuk jika DPR dan DPD ingin melakukan sebuah perubahan UUD. Sistem parlemen yang terjadi adalah sistem parlemen yang soft bicameralism, sehingga tidak terjadi mekanisme bikameral yang baik antara Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat yang pra amandemen mempunyai kewenangan yang tidak begitu kuat setelah amandemen berbalik menjadi sebuah lembaga yang mempunyai kekuatan yang sangat besar, bahkan melebihi ”saudara barunya/DPD”. Sehingga pada saat ini terlihat kekuasaan yang begitu besar yang dipunyai oleh DPR. DPD tidak menampakkan prestasi yang baik sampai saat ini, hal ini dapat dilihat dari hampir tidak ada RUU yang diajukan oleh DPD pada permasalahan otonomi daerah. Dari hal inipun tidak jelas mekanisme checks and balances yang dipunyai oleh DPR Dan DPD dalam kerangka kekuasaan legislasi.

·         Sistem Mekanisme Check and Balances antar lembaga negara

Amandemen I-IV UUD 1945 telah menyebabkan berubahnya sistem ketatanegaraan yang berlaku, meliputi jenis dan jumlah lembaga negara, sistem pemerintahan, sistem peradilan, dan sistem perwakilannya. Pada sisi lain, paradigma perubahan UUD mencoba diletakkan dalam kerangka checks and balances sehingga memungkinkan terjadinya saling kontrol antara satu cabang kekuasaan dan cabang kekuasaan yang lain. Implikasi dari penerapan sistem checks and balances tersebut akan berpotensi menimbulkan berbagai macam sengketa, salah satunya adalah sengketa kewenangan antar lembaga negara. (Firmansyah Arifin dkk,2006:114)

·         Hak Azasi Manusia

Amandemen UUD 1945 dalam hal Hak Azasi Manusia menempatkan Amandemen Kedua UUD 1945 adalah hal yang paling signifikan dalam mengatur Hak Azasi Manusia. Di dalam Bab X A Hak Asasi Manusia ini terdapat sebanyak 10 pasal 24 ayat yang mengatur prinsip-prinsip penting tentang nilai dan prinsip kemanusiaan. Di satu sisi, mungkin sulit untuk menyangkal bahwa perumusan begitu banyak merupakan indikasi adanya komitmen di sebagian anggota majelis untuk mempromosikan dan menjamin pelaksanaan penegakan hak asasi. Namun demikian, ada beberapa masalah yang perlu diajukan karena masalah tersebut potensial mengingkari pelaksanaan penegakan hak asasi secara konsisten dan menempatkan pasal-pasal hak asasi di dalam Bab X A Hak Asasi Manusia hanya menjadi sebuah prinsip yang tidak mempunyai daya enforcement.

·         Mekanisme Pemberian Sanksi Jika Isi UUD 1945 Tidak Dilaksanakan.

Tidak adanya batasan yang jelas bagaimana jika pemerintah/eksekutif, parlemen/legislatif dan peradilan/ yudikatif melanggar isi UUD 1945. Yang diatur hanyalah jika Presiden melanggar UUD 1945, akan tetapi hal tersebut tergantung pada kekuasaan lain. Hal ini tidak menjadi permasalahan jika mekanisme checks and balances berjalan dengan baik. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Anggaran Pendidikan yang mengharuskan pemerintah tetap menjalankan anggaran pendidikan sebesar 20 % diabaikan oleh pemerintah maupun DPR. Hal ini, jika dibiarkan terus menerus akan menimbulkan preseden yang sangat buruk bagi sebuah negara hukum. Pelanggaran serius yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kekuasaan negara tidak tersentuh, walaupun kontrol masyarakat berupa judicial review telah dilakukan.

·         Mekanisme Perubahan

Sebagai kontrak sosial sebuah UUD harus jelas mekanisme perubahannya, dan diberikan waktu yang cukup untuk merubah dan merevisi UUD. Harus difikirkan untuk membentuk sebuah badan yang seperti Komisi Konstitusi dan mempunyai waktu dan wewenang yang cukup untuk merubah UUD secara menyeluruh ataupun mensinkronisasi UUD sehingga baik secara proses maupun substansi. Jika pembentukan Komisi Konstitusi kembali diserahkan kepada BP MPR atau minimal melalui kewenangan Badan Pekerja MPR ditakutkan kelemahan- kelemahan yang terjadi pada amandemen atu hingga empat akan kembali menyesatkan.


 

BAB III

PENUTUP

 

3.1     Kesimpulan

 

Berdasarkan pembahasan dan pemaparan penulis diatas maka dapat penulis simpulkan beberapa hal yang mendasar yaitu:

a.    Amandemen UUD 1945 telah membawa perubahan yang sangat mendasar di berbagi bidang ketatanegaraan di negara kita. Namun seperti berbagai hal yang lainnya perubahan ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya secara umum adalah dengan amandemen sistem ketatanegaraan bangsa kita semakin meningkat kualitasnya. Namun yang menjadi kelemahan mendasaar adalah proses amandemen ini hanya dilakukan dan didominasi oleh kaum elit politik saja tanpa memperhatikan konstituen.

b.    Amandemen kelima untuk saat ini belum menjadi kebutuhan mendesak. Namun apabila memang diperlukan dan dirorong oleh sesuatu yang sangat mendesak maka amandemen ini harus kita laksanakan guna mewujudkan sistem ketatanegaraan yang lebih baik. Dan sebagai catatan berbagai hal harus lebih diperhatikan dan diperbaiki mulai dari sistem perwakilan, hingga hak dan wewenang lembaga negara.

 

One thought on “Urgensi Amandemen Kelima UUD 1945

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *