Sumber Hukum Internasional
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kita berhubungan dengan negara lain selalu ada permasalahan dan juga kendala yang harus segera diselesaikan. Untuk itu berbagai bangsa di dunia sepakat untuk membuat hukum yang dapat mengayomi semua negara yang saling berhubungan. Hukum tersebut lazim disebut hukum internasional. Dari definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, pembahasan dan juga penekanan dari hukum internasional masih sangat terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya. Namun seiring dengan perkembangan jaman aspek-aspek dan pihak-pihak lain yang berhubungan dalam dunia internasional juga dimasukkan dalam subjek hukum internasional modern.
Dalam penyebutan atau penamaannnya kita mengenal berbagai pengertian dan juga istilah untuk hukum internasional ini karena pendekatannya berbeda satu dengan yang lain.. Namun yang kita sering gunakan adalah hukum internasional karena mampu menjelaskan dan juga menyiratkan arti tentang apa yang dikandung di dalam istilah hukum internasional tersebut.
Sebagai hukum yang bersifat fusi atau gabungan yang mengayomi berbagai negara dengan latar belakang berbeda hukum internasional memiliki berbagai sumber yang mendasarinya. Namun samapi saat ini masih banyak orang yang belum memahami dan jugfa menyadari hakekat dan juga jenis-jenis dari sumber hukum internasional itu sendiri. Oleh karena itu kami merasa perlu menyusun makalah ini guna memberikan tambahan dan juga sekedar melengkapi pengetahuan kami tentang sumber-sumber hukum internasional.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kita tarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa hakekat dari sumber Hukum Internasional?
1.2.2 Apa sumber hukum internasional?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan karya tulis ini anatara lain adalah:
1.3.1 Untuk memberi gambaran umum tentang hakekat sumber Hukum Internasional.
1.3.2 Untuk memberi gambaran umum tentang sumber Hukum Internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Hukum Internasional
Jika kita berbicara masalah hukum internasional kita akan dihadapakan pada dua sisi yaitu hukum internasional public dan hukum perdata internasional. Namun guna membatasi pembahasan dan pemaparan kami, maka kami fokuskan karya tulis ini pada hukum internasional publik. Seperti yang kita ketahui Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya”. Sedangkan menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Namun definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya. Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum internasional adalah definisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :“ hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :
a. Organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;
b. Peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional”.
Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999; 2)
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.
2.2 Sumber Hukum Internasional
Sumber-sumber hukum internasional dapat kita bagi atau kelompokkan berdasarkan 2 buah metode dan cara pandang kita. Metode tersebut adalah:
2.1.1 Legalitas
Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formail dan sumber hukum materiil.
- Sumber hukum formail adalah sumber hukum yang dilihat dari bentuknya hukum.
- Sumber hukum materiil hukum internasional diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum intrenasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.
2.1.2 Penggolongan
Sumber hukum internasional dapat dibedakan berdasarkan penggolongannya menjadi dua yaitu:
a Penggolongan menurut Pendapat Para sarjana Hukum Internasional
Para sarjana Hukum Internasional menggolongkan sumber hukum internasional yaitu, meliputi:
- Kebiasaan
- Traktat
- Keputusan Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase
- Karya-karya Hukum
- Keputusan atau Ketetapan Organ-organ/lembaga Internasional
b Penggolongan menurut Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional
Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional adalah terdiri dari :
- Perjanjian Internasional (International Conventions)
- Kebiasaan International (International Custom)
- Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab.
- Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (Theachings of the most highly qualified publicists).
Jelas bahwa penggolongan sumber hukum internasional menurut pendapat para sarjana dan menurut pasal 38 ayat 1 Satatuta Mahkamah Internasional terdapat perbedaan yaitu yang dapat dijelaskan berikut ini:
a Pembagian menurut para sarjana telah memasukan keputusan badan-badan arbitrase internasional sebagai sumber hukum sedangkan dalam pasal 38 tidak disebutkan hal ini menurut Bour mauna karena dalam praktek penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase internasional hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakan para pihak pda perjanjian.
b Penggolongan sumber hukum internasional menurut para sarjana tidak mencantumkan prinsip-prinsip hukum umum sebagai salah satu sumber hukum, padahal sesuai prinsip-prinsip hukum ini sangat penting bagi hakim sebagai bahan bagi mahkamah internasional untuk membentuk kaidah hukum baru apabila ternyata sumber hukum lainnya tidak dapat membantu Mahkamah Internasional untuk menyelesaiakn suatu sengketa. Hal ini sesuia dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 yang menaytakan bahwa: This propivisons shall not prejudice the power of the Court to decide a case ex aequo et bono, if the parties agree thereto. “Asas ex aequo et bono” ini berarti bahwa hakim dapat memutuskan sengketa internasional berdasarkan rasa keadilannya (hati nurani) dan kebenaran. Namun sampai saat ini sangat disayangkan bawasannya asas ini belum pernah dipakai oleh hakim dalam Mahkamah Internasional.
c Keputusan atau Ketetapan Organ-organ Internasional atau lembaga-lembaga lain tidak terdapat dalam pasal 38, karena hal ini dinilai sama dengan perjanjian internasional.
2.1.3 Berdasarkan sifat daya ikatnya:
Sumber hukum Internasional jika dibedakan berdasarkan sifat daya ikatnya maka dapat dibedakan menjadi sumber hukum primer dan sumber hukum subsider. Sumber hukum primer adalah sumber hukum yang sifatnya paling utama artinya sumber hukum ini dapat berdiri sendiri-sendiri meskipun tanpa keberadaan sumber hukum yang lain. Sedangkan sumber hukum subsider merupakan sumber hukum tambahan yang baru mempunyai daya ikat bagi hakaim dalam memutuskan perkara apabila didukung oleh sumber hukum primer. Hal ini berarti bahwa sumber hukum subsider tidak dapat berdiri sendiri sebagaimana sumber hukum primer.
a Sumber Hukum Primer hukum Internsional Sumber hukum Primer dari hukum internasional meliputi:
(1) Perjanjian Internasional (International Conventions)
(2) Kebiasaan International (International Custom)
(3) Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab.
Oleh karena sumber hukum internasional nomor 1,2,3 merupakan sumber hukum primer maka Mahkamah Internasional dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan berdasarkan sumber hukum nomor 1 saja, 2 saja, atau 3 saja. Namun perlu diketahui bahwa pemberian nomor 1, 2, 3 tidak menunjukan herarki dari sumber hukum tersebut. Artinya bahwa ketiga sumber hukum tersebut mempunyai kedudukan yang sama tingginya atau yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya dari sumber hukum yang lain.
b Sumber Hukum Subsider Bahwa yang termasuk sumber hukum tambahan dalam hukum internasional adalah:
(4) Keputusan Pengadilan.
(5) Pendapat Para sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.
Oleh karena sumber hukum internasional nomor 4 dan 5 merupakan sumber hukum subsider maka Mahkamah Internasional tidak dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan hanya berdasarkan sumber hukum nomor 4 saja, 5 saja, atau 4 dan 5 saja. Hal ini berarti bahwa kedua sumber hukum tersebut hanya bersifat menambah sumber hukum primer sehingga tidak dapat berdiri sendiri.
Berdasarkan klasifikasi sumber hukum internasional diatas maka dapat kita ketahui bahwa suber hukum internasional antara lain adalah:
(1) Perjanjian Internasional (International Conventions)
Perjanjian internasional adalah persetujuan antara dua atau lebih negara dalam bentuk tertulis, diatur sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Secara umum dikelompok menjadi dua:
- Perjanjian Multilateral yaitu sebuah persetujuan yang disepakati oleh lebih dari dua negara. Ketika perjanjian ini merupakan cerminan dari pendapat masyarakat internasional pada umumnya, maka perjanjian tersebut bisa menjadi apa yang disebut dengan “Law-Making Treaty”. Traktat yang membuat Hukum. Perjanjian ini menciptakan norma umum hukum yang akan dipakai oleh masyarakat internasional sebagai prinsip utama di masa mendatang guna menyelesaikan suatu perkara di antara mereka.
- Perjanjian Bilateral adalah Kontrak Internasional antara dua negara. Tujuan perjanjian ini adalah menetapkan kewajiban-kewajiban hukum tertentu dan segala akibatnya jika melakukan atau tidak melakukan kewajiban tersebut terhadap pihak yang menandatangani kontrak tersebut
Konvensi Wina tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional (Vienna Convention on the Law of Treaties 1969) telah mengatur hal-hal yang menyangkut proses negosiasi atau penundukkan (accession), validitas, perubahan (amendment), penggantian (modification), pengecualian (reservation), penundaan (suspension) atau pemberhentian (termination) dari sebuah perjanjian internasional.
Pernyataan Sepihak (Unilateral Statement) atau Deklarasi yang memuat hak dan kewajiban suatu negara dalam hubungannya dengan peristiwa tertentu dapat pula dianggap sebagai sebuah perjanjian sepihak yang menjadi suatu sumber hukum terbatas bagi negara yang mengeluarkan pernyataan tersebut. Lihat Nuclear Test Case (1974) ICJ Reports, hal 253 paragraf 43
Perjanjian Internasional dapat pula berfungsi sebagai bukti adanya kebiasaan internasional ketika:
- Ada beberapa perjanjian bilateral terhadap kasus yang serupa yang memakai prinsip-prinsip yang sama atau ketentuan-ketentuan yang serupa sehingga bisa menimbulkan akibat hukum yang sama. Lihat Lotus Case (1927) PCIJ reports, Series A, No. 1
- Sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh beberapa negara bisa menjadi sebuah kebiasaan jika aturan yang disepakati merupakan generalisasi dari praktek negara-negara dan persyaratan bahwa hal tersebut dianggap sebagai sebuah hukum dapat dipenuhi. Lihat North Sea Continental Shelf Cases (1969) ICJ Report, hal 3
Sebuah perjanjian yang ditandatangani beberapa negara yang merupakan hasil kodifikasi dari beberapa prinsip dalam kebiasaan internasional dan secara konsekuen telah mengikat pihak-pihak yang tidak terlibat dalam perjanjian tersebut. Lihat preamble Geneva Convention on the High Seas 1958 dan treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space 1967.
(2) Kebiasaan International (International Custom)
Ada dua elemen yang harus ada dalam kebiasaan internasional untuk bisa dipakai sebagai sumber hukum internasional:
- Praktek Negara-negara: Unsur-unsur yang dilihat dalam praktek negara adalah seberapa lama hal itu sudah dilakukan secara terus menerus (duration); keseragaman atau kesamaan dari praktek tersebut dalam berbegai kesempatan dan berbagai pihak yang terlibat (uniformity) serta kadar kebiasaan yang dimunculkan oleh tindakan tersebut (generality). Lihat Fisheries Jurisdiction (Merits) Case (1974) ICJ Reports, hal 3 dan North Sea Continental Shelf Cases (1969) ICJ Report, hal 6
- Opinio Juris sive Necessitatis. Ini adalah pengakuan subyektif dari negara-negara yang melakukan kebiasaan internasional tertentu dan kehendak untuk mematuhi kebiasaan internasional tersebut sebagai sebuah hukum yang memberikan hak dan kewajiban bagi negara-negara tersebut.
Bukti keberadaan sebuah kebiasaan internasional ialah: Korespondensi Diplomatik, pernyataan kebijakan, siaran pers, pendapat dari pejabat yang berwenang tentang hukum, keputusan eksekutif dan prakteknya, komentar resmi dari pemerintah tentang rancangan yang dibuat oleh ILC, Undang-undang nasional, keputusan pengadilan nasional, kutipan dalam sebuah perjanjian internasional, paktek lembaga-lembaga internasional, dan resolusi yang dikeluarkan Sidang Umum PBB.
Suatu negara bisa secara terus menerus melakukan penolakan terhadap sebuah kebiasaan internasional (persistent objector). Bukti penolakan tersebut harus jelas. Lihat Anglo Norwegian Fisheries Case (1951) ICJ Reports, hal 116. Namun demikian, suatu negara yang diam saja ketika proses pembentukan kebiasaan internasional berlangsung tidak dapat menghindar dari pemberlakuan kebiasaan tersebut terhadapnya.
Suatu kebiasaan internasional bisa saja “exist” di wilayah tertentu saja, misal antar dua negara atau regional saja. Lihat Asylum Case (1950) ICJ Reports, hal. 266 dan The Rights of Passage over Indian Territory Case (1960) ICJ Reports,hal 6
(3) Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab.
Sumber hukum ini digunakan ketika perjanjian internasional dan kebiasaan yang ditemukan tidak kuat dipakai sebagai dasar untuk memutuskan suatu perkara. Hal ini penting dilakukan agar pengadilan tidak berhenti begitu saja karena tidak ada aturan yang mengatur (non liquet). Namun sampai saat ini belum terlalu jelas apakah yang dimaksud sebagai prinsip hukum hanya yang telah diakui oleh msayarakat internasional ataukah prinsip hukum nasional tertentu saja sudah cukup.
Prinsip hukum umum seringkali berguna dan berfungsi sebagai keterangan untuk menginterpretasikan sebuah kebiasaan atau perjanjian internasional. Hal ini terutama ditemukan dalam naskah persiapan suatu perjanjian internasional.
Prinsip-prinsip yang pernah digunakan oleh Mahkamah Internasional antara lain adalah Good Faith, Estoppel, Res Judicata, Circumstantial Evidence, Equity, Pacta Sunt Servanda dan Effectivites. Lihat Diversion of Water from the Meuse Case (1937) PCIJ Reports, Series A/B, no 70; Temple of Preah Vihear Case (Merits) (1962) ICJ Reports, hal 6 dan the Corfu Channel Case (Merits) (1949) ICJ Reports hal 4
(4) Keputusan Pengadilan.
Pasal 59 Statuta Mahkamah Internasional menegaskan bahwa “the decision of the Court shall have no binding effect except between the parties and in respect of that particular case”. Konsekuensinya:
Mahkamah tidak mengakui prinsip Preseden dan keputusan sebelumnya tidak mengikat secara teknis. Tujuannya adalah bahwa mencegah sebuah prinsip yang sudah dipakai Mahkamah dalam putusannya digunakan untuk negara lain atas kasus yang berbeda. Lihat Certain German Interest in Polish Upper Silesia Case (1926) PCIJ Reports, Series A, no 7. Keputusan Mahkamah bukan merupakan sumber formal dari sumber hukum internasional. Keputusan Peradilan hanya memiliki nilai persuasif. Sementara keputusan peradilan nasional berfungsi sebagai acuan tidak langsung adanya opinio juris terhadap suatu praktek negara tertentu.
Hal yang sama juga berlaku untuk ajaran para ahli hukum internasional. Selain dilihat sebagai sebuah doktrin yang melengkapi interpretasi sebuah perjanjian, kebiasaan maupun prinsip umum hukum, sekaligus juga merupakan buki tidak langsung dari praktek dan opinio juris dari suatu negara.
(5) Pendapat Para sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.
Dalam hukum internasional kontemporer, ajaran para ahli berfungsi terbatas hanya dalam analisa fakt-fakta, pembentukan pendapat-pendapat dan kesimpulan-kesimpulan yang mengarah kepada terjadinya trend atau kecenderungan dalam hukum internasional. Tentu saja pendapat dan ajaran-ajaran tersebut bersifat pribadi dan subyektif, namun dengan semakin banyaknya ajaran yang menyetujui akan suatu prinsip tertentu maka bisa dikatakan akan membentuk suatu kebiasaan baru.
Pendapat dari para pejabat di bagian hukum masing-masing negara, tidak bisa dianggap sebagai ajaran para ahli hukum internasional namun justru bisa dilihat sebagai bagian dari praktek negara-negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun simpulan yang dapat kami ambil dari penyusunan dari makalah ini yaitu :
- Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
- Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formail dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formail adalah sumber hukum yang dilihat dari bentuknya, sedang sumber hukum materiil adalah segala sesuatu yang menentukan isi dari hukum. Menurut Starke, sumber hukum materiil hukum internasional diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum intrenasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.
Berdasarkan klasifikasi sumber hukum internasional dibagi menjadi berdasarkan pendapat para ahli dan statute mahkamah internasional sedangkan berdasarkan daya ikat dibagi menjadi primer dan subsider.
- 3. Sumber hukum internasional tersebut anatara lain adalah Perjanjian Internasional (International Conventions) , Kebiasaan International (International Custom) , Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab. , Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (Theachings of the most highly qualified publicists).
Butuh referensinya dong pak..mksih
artikel bermanfaat dan bagus jangn lupa lihat artikel lainnya dibawah ini
Kebijakan Kriminalisasi di Bidang Keuangan
Pingback: Analisis Riwayat Hukum dalam Skala International – Sosiologiku